Selasa, 16 Februari 2010

Strategi Cooperative Learning

A. Strategi Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif)

Dunia pendidikan di tanah air kini dikenalkan dengan satu strategi pembelajaran yang relatif baru dalam proses pembelajaran. Strategi yang dimaksud adalah Strategi Pembelajaran Kooperatif (SPK)[1] atau sering disebut dengan cooperative learning atau pembelajaran gotong-royong (kelompok). Namun secara historis, menurut Slavin,[2] cooperative learning telah dikenal sejak lama oleh para guru. Pada saat itu guru mendorong para siswa untuk bekerjasama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau tutor sebaya.

Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham kontruktivis. Secara filosofis, belajar menurut teori konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.[3]

Oleh karena itu, Slavin menyatakan bahwa dalam proses pembelajaran siswa harus terlibat aktif dan menjadi pusat kegiatan pembelajaran di kelas. Guru dapat memfasilitasi proses ini dengan mengajar menggunakan cara-cara yang membuat sebuah informasi menjadi bermakna dan relevan bagi siswa. Untuk itu, guru harus memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau mengaplikasikan ide-ide mereka sendiri, di samping mengajarkan siswa untuk menyadari dan sadar akan strategi belajar mereka sendiri.[4]

Sebagai model pembelajaran yang sistematis yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pembelajaran yang efektif, cooperative learning mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis. Karena itu cooperative learning didasarkan kepada teori-teori perkembangan kognitif, perlakuan dan persandaran sosial. [5]

Teori-teori perkembangan kognitif yang dimaksud adalah teori yang berasaskan teori Piaget dan Vygotsky yang dikenal sebagai “Piaget Kontruktivism Kognitif” dan “Vygotsky Kontruktivism Sosial”. Teori Piaget berasaskan pada premis, apabila individu bekerjasama atas perserikatannya, konflik sosio-kognitif akan berlaku dan akan muwujudkan ketidakseimbangan kognitif dan seterusnya mencetuskan perkembangan kognitif. Teori Vygotsky berdasarkan pada premis bahwa pengetahuan terbina dari interaksi kumpulan dalam menyelesaikan masalah. [6]

Adapun dimaksud teori perlakuan dalam kajian ini di dalamnya melibatkan perspektif, sikap, motivasi, kemampuan berfikir kritis, memiliki keterampilan sosial serta mampu meyelesaikan masalah. Teori perlakuan menekankan pentingnya pemberian ganjaran (reward) dalam pembelajaran kooperatif. Sedangkan teori saling ketergantungan sosial berdasarkan kepada premis bahwa interaksi antara individu dan hasil ditentukan jenis struktur yang digunakan.[7]

1. Pengertian Strategi Cooperative Learning

Istilah cooperative sering dimaknai dengan acting together with a common purpose (tindakan bersama dengan tujuan bersama).[8] Istilah ini mengandung pengertian bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.[9] Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Basyiruddin Usman, yang mendefinisikan istilah cooperative sebagai belajar kelompok atau bekerjasama.[10] Sementara itu, Burton sebagaimana dikutip oleh Nasution, mendefiniskan kooperatif atau kerjasama adalah cara individu mengadakan relasi dan bekerjasama dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama.[11]

Dalam kegiatan kooperatif peserta didik secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi pembelajaran kooperatif adalah, suatu strategi pembelajaran yang memanfaatkan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan peserta didik bekerja sama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainya dalam kelompok tersebut.

Sedangkan istilah learning sering dimaknai dengan the process through which experience causes permanent change in knowledge and behavior, yakni suatu proses melalui pengalaman yang menyebabkan perubahan permanen dalam pengetahuan dan perilaku.[12] Dalam definisi lain, istilah learning adalah modification of behavior through experience and training, yakni pembentukan perilaku melalui pengalaman dan latihan. Dalam hal ini learning sebagai kegiatan memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan ajar.[13]

Dari beberapa pemahaman dan definisi tersebut di atas, dapat diketahui dan ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif atau cooperative learning adalah usaha (pembelajaran) yang mengubah perilaku atau mendapatkan pengetahuan dan keterampilan secara gotong royong, berkelompok atau kerjasama.

David dan Roger Johnson mendefinisikan a teaching strategy in which small teams, each with students of different levels of ability, use a variety of learning activities to improve their understanding of a subject.[14] Yakni suatu strategi pembelajaran dalam bentuk kelompok-kelompok kecil, dimana setiap siswa (peserta didik) memiliki tingkat kemampuan berbeda, dengan menggunakan berbagai macam aktifitas belajar untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi.

Dalam pengertian yang lain, cooperative learning sebagai suatu strategi pembelajaran yang menekankan aktivitas kolaboratif siswa dalam belajar yang berbentuk kelompok kecil, untuk mencapai tujuan yang sama dengan menggunakan berbagai macam aktifitas belajar guna meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran dan memecahkan masalah secara kolektif.[15]

Setiap kelompok kecil tersebut, menurut Slavin,[16] belajar secara kolaboratif yang anggotanya terdiri atas empat sampai dengan enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Setiap anggota kelompok bukan hanya belajar materi apa yang diajarkan tetapi juga membantu anggota yang lain untuk belajar. Strategi pembelajaran ini menganut prinsip saling ketergantungan positif (positive interdependence), tanggungjawab perseorangan (individual accountability), tatap muka (face to face interaction), keterampilan sosial (social skill) dan proses kelompok (group processing).[17]

Pada dasarnya, pembelajaran kelompok (cooperative learning) ini mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau prilaku kerjasama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih. Dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibata setiap anggota kelompok itu sendiri.

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) ini lebih dari sekedar belajar kelompok, karena pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif diantara anggota kelompok.[18]

Inti pembelajaran kooperatif ini adalah konsep synergy, yakni energi atau tenaga yang terhimpun melalui kerjasama sebagai salah satu fenomena kehidupan masyarakat.[19] Strategi pembelajaran seperti ini penerapannya beranjak dari konsep Dewey yang dikutip oleh Yurnetti bahwa classroom should mirror the large society and be a laboratory for real life learning.[20] Bahwa kelas seharusnya mencerminkan keadaan masyarakat luas dan menjadi laboratorium untuk belajar kehidupan nyata. Jadi sterategi pembelajaran kooperatif (SPK) dirancang untuk memanfaatkan fenomena kerjasama/gotong royong dalam pembelajaran yang menekankan terbentuknya hubungan antara siswa yang satu dengan yang lainnya, terbentuknya sikap dan perilaku yang demokratis serta tumbuhnya produktivitas kegiatan belajar siswa.

2. Latar Belakang Penerapan Strategi Cooperative Learning

Ada beberapa alasan penting mengapa cooverative learning ini perlu diterapkan di sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah. Seiring dengan proses globalisasi, terjadi juga transformasi sosial, ekonomi dan demografis yang mengharuskan sekolah-sekolah termasuk juga madrasah-madrasah untuk lebih menyiapkan peserta didik dengan keterampilan-keterampilan hidup (life skill) bermasyarakat. Dengan demikian mereka mampu berpartisipasi aktif dalam dunia yang cepat berubah dan berkembang pesat. Alasan-alasan tersebut antara lain sebagai berikut :[21]

a. Transformasi sosial

Transformasi sosial secara sederhana dapat dilihat dalam perubahan struktur keluarga. Semakin banyak anak yang dibesarkan dalam keluarga inti tanpa kehadiran dan pengasuhan penuh dari orang tua. Parahnya, seorang anak bisa meluangkan waktunya lebih banyak di depan televisi, bermain games dan play station dari pada berbicara dengan ayah atau ibu mereka. Dengan kata lain, saat mata mereka terpaku pada layar kaca, hilanglah kesempatan untuk mengembang-kan interaksi sosial dan kemampuan berkomunikasi anak.

Di tengah-tengah transformasi sosial yang membawa makin banyak dampak negatif, pendidikan tidak lagi hanya memperhatikan perkembangan kognitif saja tetapi juga sisi moral dan sosialnya. Pendidikan harus memberikan banyak kesempatan untuk belajar berinteraksi dan bekerjasama dengan sesama.

b. Transformasi ekonomi.

Interdependence menjadi ciri transformasi ekonomi. Kemampuan individu akan menjadi hal yang sia-sia ketika tidak diimbangi dengan kemampuan bekerjasama. Kemampuan kerjasama ini akan menjadi modal penting untuk mencapai tujuan dan keberhasilan suatu usaha. Sebagai pendidik yang bertanggung jawab, guru harus merasa terpanggil untuk mempersiapkan anak didiknya agar bisa berkomunikasi dan bekerjasama dalam berbagai macam situasi sosial.

c. Transformasi demografis

Transformasi demografis dicirikan dengan adanya urbanisasi. Kompetisi dan eksploitasi adalah bentuk konsekuensi hidup dalam masyarakat urban. Realitas menunjukkan bahwa urbanisasi memegang peranan dalam penciptaan homo homini lupus. Sekolah seharusnya bisa berbuat lebih banyak dalam mengubah arah evolusi nilai sosial.

Sebagai rumah kedua, sekolah merupakan tempat untuk menanamkan sikap-sikap kooperatif dan mengajarkan cara-cara bekerjasama, dalam artian, untuk membentuk siswa menjadi homo homini socius.

3. Tujuan Strategi Cooperative Learning

Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Hal ini berbeda dengan tujuan pembelajaran konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain.[22] Oleh karena itu, strategi pembelajaran kooperatif ini dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting. Ketiga tujuan pembelajaran tersebut yaitu :

a. Hasil belajar akademik

Meskipun pembelajaran kooperatif ini mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa penelitian dari tokoh-tokoh cooperative learing[23] membuktikan bahwa strategi ini lebih unggul dalam membantu peserta didik dalam memahami konsep-konsep yang sulit dan dapat meningkatkan nilai (prestasi) peserta didik pada belajar akademik. Coperative learning juga memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu.

Tujuan lain strategi pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya. cooperative learning memberi peluang bagi peserta didik dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas akademik dan melalui penghargaan kooperatif siswa akan belajar menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan ketiga adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki olah siswa sebagai bekal untuk hidup dalam lingkungan sosialnya.[24]

4. Unsur-unsur Strategi Cooperative Learning

Pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur yang saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya, yakni :

a. Saling ketergantungan positif (positive interdependence)

Ketergantungan positif ini bukan berarti peserta didik bergantung secara menyeluruh kepada peserta didik lainya. Jika mereka mengandalkan teman lain tanpa dirinya memberi ataupun menjadi tempat bergantung bagi sesamanya, hal itu tidak bisa dinamakan ketergantungan positif. Oleh karena itu, guru harus menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Perasaan saling membutuhkan inilah yang dinamakan positif interdependence. Saling ketergan-tungan tersebut dapat dicapai melalui ketergantungan tujuan, tugas, bahan atau sumber belajar, peran dan hadiah.[25]

b. Akuntabilitas individual (individual accountability)

Pembelajaran cooperative menuntut adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan bahan belajar tiap anggota kelompok, dan diberi balikan (umpan balik) tentang prestasi belajar anggota-anggotanya sehingga mereka saling mengetahui rekan yang memerlukan bantuan. Berbeda dengan kelompok tradisional, akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering dikerjakan oleh sebagian anggota. Dalam pembelajaran kooperatif siswa harus bertanggungjawab terhadap tugas yang diemban masing-masing anggota.[26]

c. Tatap muka (face to face interaction)

Interaksi kooperatif menuntut semua anggota dalam kelompok belajar dapat saling tatap muka, sehingga mereka dapat berdialog tidak hanya dengan guru tapi juga bersama dengan teman. Interaksi semacam itu memungkinkan peserta didik menjadi sumber belajar bagi sesamanya. Hal ini diperlukan karena mereka sering merasa lebih mudah belajar dari sesamanya dibandingkan dari guru.[27]

d. Keterampilan sosial (social skill)

Unsur ini menghendaki peserta didik untuk dibekali berbagai keterampilan sosial (sosial skill) yakni kepemimpinan (leadership), membuat keputusan (decision making), membangun kepercayaan (trust building), kemampuan berkomunikasi dan keterampilan manajemen konflik (management conflict skill).

Keterampilan sosial lain, seperti tenggang rasa, sikap sopan kepada teman, mengkritik ide, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi yang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.[28]

e. Proses kelompok (group processing)

Proses ini terjadi ketika tiap anggota kelompok mengevaluasi sejauh mana mereka berinteraksi secara efektif untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok perlu membahas perilaku anggota yang kooperatif dan tidak kooperatif serta membuat keputusan perilaku mana yang harus diubah atau dipertahankan.

Dari beberapa penjelasan tersebut di atas, mengenai unsur-unsur pembelajaran kooperatif dapat difahami bahwa dalam pembelajaran ini akan mendorong terciptanya masyarakat belajar (learning community). Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain berupa sharing individu, antar kelompok dan antar yang tahu dan belum tahu.[29] Masyarakat belajar mempunyai dorongan emosional dan intelektual yang memungkinkan peserta didik melampaui tingkat pengetahuan dan keterampilan mereka sekarang.

Pengelompokan dalam strategi pembelajaran koope-ratif menggunakan pengelompokan heterogen, yang dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman, baik keanekaraga-man gender, prestasi, latar belakang agama, sosio ekonomik, maupun etnik. Ada tiga jenis kelompok dalam mengimple-mentasikan strategi pembelajaran koperatif,[30] yaitu :

1) Kelompok informal (informal group)

Kelompok informal adalah kelompok yang bersifat sementara. Pengelompokan ini hanya digunakan dalam satu periode pengajaran. Kelompok ini biasanya hanya terdiri dari dua orang peserta didik. Tujuan kelompok informal adalah untuk menjelaskan harapan akan hasil yang ingin dicapai, membantu mereka untuk lebih fokus pada materi pembelajaran, memberi kesempatan pada peserta didik untuk bisa secara lebih mendalam mempro-ses informasi yang diajarkan atau menyediakan waktu untuk melakukan pengulangan dan menjangkarkan informasi.

2) Kelompok formal (formal group)

Kelompok formal digunakan untuk memastikan bahwa peserta didik mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan suatu tugas dengan baik. Lamanya kelom-pok ini bekerja bisa selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu tergantung pada tugas yang diberikan kepada mereka.

3) Kelompok dasar (base group)

Kelompok dasar atau kelompok permanen adalah pengelompokan dengan tenggang waktu yang lebih panjang (misalnya selama satu semester atau satu tahun). Tujuannya adalah untuk memberi suatu dukungan yang berkelanjutan kepada peserta didik.



[1] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta : Kencana: 2006), hlm. 239

[2] Robert E Slavin, Cooperative Learning (Maryland : John Hopkins Universiti, 1983), hlm. 9

[3] Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2007), hlm. 116

[4] Ibid., hlm. 116-117

[5] Isjoni, Cooperative Learning, Efektivitas Pembelajaran Kelompok (Bandung : Alvabeta, 2007), hlm. 29

[6] Ibid., hlm. 20-30

[7] Ibid., hlm. 30

[8] Sally Wehmeier, Oxford Advanced Learner’s Dictionary (New York : Oxford University Press 2000), hlm. 276.

[9] Etin Solihatin, Cooperative Learning, Analisis Model Pembelajaran IPS (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), hlm. 4

[10] M Basyiruddin Usman, Metode Pembelajaran Agama Islam (Jakarta : Ciputat Press, 2002), hlm. 14.

[11] S Nasution, Didaktik Azas Mengajar (Bandung : Bumi Aksara, 2000), hlm. 148.

[12] Anita E Woofolk, Educational Psychology (USA : Allyn & Bacon, 1996), cet. VI, hlm. 196.

[13] Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung : Alfabeta, 2003), hlm. 12.

[14] David and Roger Johnson, Cooperative Learning, http//:www.clrcc.com/ pages/cl.html, tanggal 15 Oktober 2001.

[15] A Gojwan, Pengembangan Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran PAI, http://pps.upi.edu/org.

[16] Slavin, Cooperative Learning, hlm. 12

[17] David dan Roger T Johnson, Learning Together, dalam Shlomo, Sharan (ed.), Handbook of Cooperative Learning Methods (Connecticut London : Praeger,1999), hlm. 58.

[18] Etin Solihatin, Cooperative Learning, hlm. 4

[19] Syaeful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, hlm. 177

[20] Yurnetti, Pembelajaran Kooperatif sebagai Model Alternatif, Jurnal Himpunan Fisika Indonesia, Volume B5, Agustus 2002, hlm. 1

[21] Anita Lie, Cooperative Learning; Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas (Jakarta : Gramedia, 2005), hlm. 11-16.

[22] David and Roger Johnson, Elements of Cooperative Learning, http://edtech. kennesaw.edu/intech/#elements.

[23] Terdapat hasil penelitian di tahun 1989, yang dilakukan oleh Johnson dan Johnson pada tahun 1993 yang membandingkan cooperative learning dengan bentuk pembelajaran tradisional yang berkesimpulan bahwa cooperative learning lebih efektif daripada pembelajaran tradisional. Cooper dan Mueck pada tahun 1990, meneliti sekitar 1000 siswa yang diajar secara cooperative dalam 9 disiplin ilmu yang berbeda, 70-90 persen siswa menyatakan bahwa pengalaman mereka dalam cooperative learning memberikan dampak positif terhadap perolehan akademik, keterampilan berfikir, ketertarikan materi pelajaran, kesenangan mengikuti pelajaran, serta kemampuan mendiagnosa masalah. Cooperative Learning juga berdampak pada semakin baiknya kualitas hubungan antar siswa atau antara guru dan siswa. Kemudian, David dan Roger Johnson di universitas Minnesota, Shlomo Sharan di Universitas Tel Aviv, dan Robert E. Slavin di John Hopkins, telah menjadi peneliti sekaligus praktisi yang mengembangkan cooperative learning sebagai salah satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan prestasi siswa sekaligus mengasah kecerdasan interpersonal siswa. Kagan Spencer, Cooperative Learning in The Classroom, http:// www.kagancooplearn.com.

[24] Isjoni, Cooperative Learning, hlm 27-28; Anita Lie, Cooperative Learning, hlm. 32

[25] Nurhadi, Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban (Jakarta : Grasindo, 2004), hlm. 112.

[26] Mulyana Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), hlm. 122

[27] Ibid.

[28] Nurhadi, Kurikulum 2004 , hlm. 113

[29] Syaeful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, hlm. 89

[30] Adi W Gunawan, Genius Learning Strategy (Jakarta : Gramedia, 2003), hlm. 201-203

Tidak ada komentar:

Posting Komentar